6/06/2008

DASAR-DASAR PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM
(ANALITIS KRITIS TERHADAP PEMIKIRAN MUHAMMAD DALAM PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM)
Oleh : Muhammad Hambali

Abstrak
Ekonomi Islam sebagi disiplin ilmu dan system yang baru, kehadirannya merupakan tidak terlepas dari ketidak tuntasan system ekonomi yang ada dalam memecahkan permasalah ekonomi yang meliputi 3 aspek dasar yakni what, haw dan for whom. Dengan konsep dasar yang terdiri atas Tauhid, al-Adl, Nubuwah, Ma’ad, dan khilafah ekonomi Islam muncul menawarkan solusi yang integrative antar kepentingan dunia yang terbimbing oleh nilai-nilai normative teologis. Oleh karena itu dengan 3 karakter pokok yang pada dasarnya merupakan prinsip derivative dari konsep dasar diatas yakni Social justice, freedom to act dan multypel ownership ekonomi Islam berusaha menselaraskan misi di atas.Dengan pendekatan deskriptif analisis buku yang bertajuk Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam terbangun. Tulisan yang merupakan Book Review ini mencoba mendiskusikan karya Muhammad tersebut. Terdapat 3 pokok gagasan yang mencoba disuguhkan. Pertama berbicara tentang kerangka Ontologis ekonomi Islam yang meliputi konfigurasi dan azas ekonomi Islam. Kedua berbicara tentang permasalah ekonomi kontemporer yang terbingkai dalam variabel paradigma bebas nilai dan isu seputar liberalisasi. Ketiga tawaran alternatif atas permasalahan dewasa ini dengan menggunakan paradigma ekonomi Islam. Diantara tawaran tersebut mrliputi gagasan pemberdayan ekonomi mikro yang selama ini dalam sistem ekonomi dominan termarginalkan oleh kekuatan kapital.

A. Pendahuluan
Di tengah pertarungan antara sistem ekonomi kapitalis dan sosialisme dalam mempertegas eksistensinya sebagai sistem yang mampu memecahkan segenap permasalahan ekonomi, Islam hadir dengan sistem yang baru yang mencoba memberikan alternatif solusi atas kebuntuhan yang dihadapi oleh sistem sosialis dan kapitalis.
Dengan pola yang komperhensif yakni memadukan antara nilai-nilai agama kedalam interaksi sosial-ekonomi, ekonomi Islam nampak jauh lebih akomodatif dalam merespon dinamika perkembangan masyarakat. Ketidakberdayaan kalangan mikro dalam mekanisme pasar yang didaulat oleh sistem kapitalise melahirkan ketimpangan sosial. Minimnya peran serta negara sebagi regulator, menambah kian jauh jarak antara apa yang seharusnya terjadi dan apa yang terjadi, dalam hal ini adalah tema tentang kesejahteraan rakyat kecil.
Berbeda dengan ekonomi Islam yang senantiasa mendorong pemberdayaan ekonomi mikro. Instrumen yang lazim digunakan oleh sistem ekonomi Islam adalah melalui distribusi harta yang adil dan mekanisme pengelolaan dana ZIS yang terintegratif. Liberalisme yang diusung konvensional pada ujungnya hanya berpihak pada kalangan pemodal. Fenomena liberalisme ini ditandai oleh adanya interdependensi, integrasi dan interaksi dari berbagai negara di dunia, melalau azas minimnya peran serta negara dalam interaksi ekonomi liberalisme ini menancapkan akarnya.
Berangkat dari hal tersebut melalui karyanya, Muhammad mengintrodusir tema-tema tersebut. Dengan pendekatan diskriftif-analisis tema tersebut tersuguhkan dalam 3 gagasan utama. Pertama berbicara tentang kerangka Ontologis ekonomi Islam yang meliputi konfigurasi dan azas ekonomi Islam. Kedua berbicara tentang permasalah ekonomi kontemporer yang terbingkai dalam variabel paradigma bebas nilai dan isu seputar liberalisasi. Ketiga tawaran alternatif atas permasalahan dewasa ini dengan menggunakan paradigma ekonomi Islam.
Gagasan tersebut secara terperinci diterjemahkan kedalam enam bab. Kajian ontologis ekonomi islam dikaji dalam bab I yang dilanjutkan problem ontologis dan epistemologis sistem ekonomi dominan yang mendasarkan pada paradigma bebas nilai pada bab II. Di bab ketiga dibicarakan isu liberalisasi dan permasalahan ekonomi mikro sebagai akibat gagasan liberalisasi.
Pada bab 4 berisi landasan Islam dalam pembangunan ekonomi sebagai tawaran konsep ideal. Adapun pada bab 5 berusaha memotret aplikasi nilai-nilai Islam dalam pembangunan yang diperdalam dalam bab 6 sebagai tawarana alternatif atas kebuntuhan sistem ekonomi modern dalam memberdayakan ekonomi mikro yang khusus mensoroti peran negara dan bank Syari’ah dalam kontribusinya memberdayakan ekonomi mikro.

B. Ulasan Isi Buku
Seperti di awal dikemukakan bahwa isi buku karya Muhammad tersebut terdapat 3 gagasan utama yang diintrodusir. Gagasan-gasan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kerangka Ontologi ekonomi Islam
Pada hakekatnya ekonomi Islam merupakan metamorfosa atas nilai-nilai Islam dalam ekonomi. Hal ini juga dimaksudkan untuk menepis pandangan bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur tentang aturan ibadah vertikal antara manusia dengan penciptanya.
Senada dengan pandangan tersebut, nilai-nilai Islam lebih lanjut diterjemahkan Umar Chapra sebagai bagian integratif yang kita sebut dengan Maqasid al-Syari’ah. Dengan kata lain, bagi Chapra ekonomi Islam adalah suatu bagian ilmu pengetahuan yang mencoba membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi SDA yang terbatas yang sejalan dengan Maqasid al-Syari’ah.
Ekonomi Islam sendiri dibangun atas beberapa pilar yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Dalam prespektif Muhammad ekonomi Islam konfigurasinya tersususun atas beberaba bagian ibaratkan sebuah bangunan rumah. Pada bagian dasarnya atau landasan teori ekonomi Islam terbangun atas beberapa pokok prinsip, yakni prinsip Tauhid, Al-Adl, Nubuwah, Khilafah Dan Ma’ad.
Adapun tiang penyangganya atau karakter ekonomi Islam terdiri atas prinsip Social Justice (keadilan sosial), Multitype Ownership (kepemilikan multijenis) dan Freedom To Act (kebebabasan berkehendak). Dua bangunan teori tersebut pada akhirnya termanifestasikan dalam interaksi ekonomi antar individu yang melahirkan prilaku Islami atau yang dikenal dengan akhlaq.
Sementara itu yang menjadi kerangka operasional dari ekonomi Islam tergambarkan melalui azas fundamentalnya. Azas ini merupakan juga sekaligus jawaban bagaimana ekonomi Islam memberikan tawaran alternatif atas permasalahan sistem ekonomi modern dewasa ini . asas-asas tersebut meliputi 3 hal yakni kepemilikan (al-Milkiyah), pengelolahan kepemilikan dan distribusi kepemilikan ditengah kehidupan manusia. Dari sinilah secara teorits sistem ekonomi Islam hadir sebagai tawaran alternatif atas kebuntuhan sitem ekonomi dominan atas permasalahan ekonomi dewasa ini.

2. Permasalahan Sistem Ekonomi Kontemporer Dan Isu Liberalisme.
Di bagian kedua, gagasan yang diintrodusir adalah berkitan dengan permasalahan sistem ekonomi kontemporer yang telah terjebak dalam paradigma bebas nilai. Universalisme yang diusung oleh kapitalisme pada akhirnya memunculkan sikap ketergantungan yang berlebihan pada apa yang disebut dengan Profit Oriented atau Capital Oriented. Oleh karena itu, bagi kapitalisme nilai-nilai lain seperti agama dianggap mustahil terejawantah dalam interaksi ekonomi.
Berangkat dari titik balik pandangan ini, maka adalah wajar manakala bias yang lahir dari sistem ekonomi kontemporer dewasa ini adalah patologi sosial yang berkaitan dengan dehumanisasi, eksploitasi dan ketidakadilan serta ketimpangan sosial yang menjadi realitas sosial yang inheren dalam kehidupan manusia dalam bingkai sistem ekonomi kapitalistik.
Dengan demikian, sudah saatnya dimunculkan gerakan yang komperhensif yang mensinergikan antara nilai material-duniawi dengan nilai spiritual-ukhrowi dalam interaksi sosial-ekonomi. Gagasan sistem ekonomi yang cenderung positivistik sebagaimana dalam kapitalisme telah terbukti tidak efektif memecahkan permasalahan ekonomi dewasa ini. Dari sini sudah saatnya ekonomi Islam menjadi salah satu bahan pertimbangan atas kebuntuhan sistem ekonomi dominan.
Di sisi lain, dengan semakin terintegrasinya interaksi ekonomi antar negara dewasa ini yang dikenal dengan zaman globalisasi dan liberalisasi, makin menambah buruk kehidupan rakyat kecil. Liberalisme yang di usung sistem kapitalisme hanya menguntungkan kalangan elit capital, sementara kehidupan rakyat kecil makin tergilas dalam pertarungan mekanisme pasar gelobal.
Negara yang seyogyanya berfungsi sebagai regulator, dewasa ini makin menunjukkan ketidakberdayaanya di hadapan liberalisasi dan globalisasi ekonomi. Hal ini bagi Muhammad setidaknya disebabkan oleh 4 hal, pertama terintegrasinya sistem keuangan pasar modal yang dibanjiri oleh uang tunai untuk investasi. Kedua orientasi pasar global oleh industri nasional, ketiga canggihnya teknologi informasi dan transportasi, keempat orientasi konsumsi individu yang makin menggelobal.
Dalam keadaan demikian, setiap negara dewasa ini dihadapkan dalam situasi yang teramat kompleks. Dengan globalisasi dan liberalisasi setiap negara di tuntut untuk menjadi pelaku ekonomi yang kretif, produktif dan inofatif agar tidak makin tergilas dalam konstelasi persaingan ekonomi dunia.

3. Alternatif Solusi Prespektif Ekonomi Islam
Gagasan ketiga yang diintrodusir adalah berkenaan dengan tawaran alternatif atas permsalahan ekonomi dewasa ini. Bagi Muhammad, upaya pemecahan masalah diatas tidak bisa dilakukan dengan parsial. Melainkan membutuhkan reformasi total sistem yang ada. Dalam hal ini, Muhammad nampak sangat inklusif, sebab, ia tidak menyatakan bahwa jawaban tersubut adalah dari sistem ekonomi Islam.
Namun demikian, lebih lanjut Muhammad menyatakan bahwa sistem yang dimaksud adalah sistem yang mensinergikan antara unsur material dan spiritual. Dalam hal ini ekonomi Islam dipandang sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang masuk dalam kreteria tersebut.
Upaya-upaya konkrit yang harus dilakukan pertama kalinya adalah dengan merubah mainset yang telah terhegemoni oleh paradigma pembangunan ekonomi yang positivis-kapitalistik, dengan pola pembangunan ekonomi yang selaras dengan atuaran material dan spiritual yakni Islam. Landasan pembangunan yang dimaksud adalah landasan filosofis, landasan etika-moral, landasan ekonomi-bisnis dan landasan sosial.
Secara folisofis pembangaun ekonomi harus selaras dengan pertama nilai Tauhid yang mengajarkan akan fungsi dan peranan manusia dimuka bumi. Kedua unsur keseimbangan yang mengajarkan pada sikap proporsional dalam segala hal. Ketiga unsur kehendak bebas yang mengajarkan pada maximalisasi potensi diri dan SDA yang dibarengi dengan rasa responbility yang tinggi.
Adapun dari prespektif etika moral, pembangaunan ekonomi hendaknya tercermin pada orientasai penghapusan eksploitasi yang terejahwantah pada sistem riba, penggunaan harta yang bertentangan dengan aturan dan ajaran Islam dan bersifat destruktif, pelarangan tindakan Ikhtikar (Penimbunan) harta benda serta sikap hidup yang cenderung boros atau extravagance.
Sementara itu, dari perspektif ekonomi bisnis, pembangunan ekonomi haruslah tidak menafikan visi manusia dimuka bumi sebagai penebar Rahmatan lil Alamiin, melalui serangkaian aktifitas ekonomi bisnis yang berhenti pada tujuan pencapaian Ridlo Allah SWT. Sedangkan dari prespektif sosial pembangunan ekonomi harus mengindahakan tanggungjawabnya sebagai bagian komunitas masyarakat. Dari landasan operasional pembanguan ekonomi tersebut ekonomi Islam diyakini mampu mengatasi kebuntuhan yang tengah dihadapi oleh sistem ekonomi dewasa ini, paling tidak dengan konsep pembangunan diatas ketimpangan sosial dapat diminimalisir.
Di sisi lain, peran negara dalam sistem ekonomi dewasa ini yang sangat kecil, kembali diperteguh eksistensinya sebagai regulator perekonomian. Menurut Hazanuszaman, peran negara dalam konteks pemberdayaan ekonomi rakyat (mikro) adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pembuat kebijakan dan legislasi
2. Sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan
3. Menyediakan sarana pendidikan dan pelatihan bagi warga
4. Pembangunan dan pengawasan moral sosial masyarakat
5. Penegakan hukum, dan memelihara ketertiban
6. Menjamin kesejahteraan public
7. Menyelenggarakan Hubungan antar negara atau luar negeri.
Dengan peran negara tersebut maka aktifitas ekonomi bisa saling bersinergi menuju harmoni sosial yang humanis dan berkeadilan. Selain itu, dalam rangka tegaknya sistem ekonomi kerakyatan yang berpihak pada mikro perlu dilakukan langkah-langkah konkrit. Menurut Umar Chapra tegaknya sistem ekonomi kerakyatan haruslah diawali dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Harus ada perubahan pola gaya hidup dari prilaku konsumsi ekspor oriented menjadai konsumsi domestic oriented
2. Terbangunnya kebijakan yang berpihak pada sektor mikro
3. Pemberdayaan unit usaha ekonomi rakyat melalui pendidikan dan pelatihan
4. Tersedianya akses pendanaan yang lebar pada sektor mikro
5. Mobilisasi sarana informatika dan teknologi yang tepat guna
6. Regulasi pasar yang berkeadilan.
Dalam realitasnya, gagasan pemberdayaan ekonomi mikro tersebut akan terakomodir melalui eksistensi lembaga keuangan Syari’ah yang termasuk didalamnya adalah bank Syari’ah. Dengan konsep bagi hasilnya (Profil And Lost Sharing) bank Syari’ah akan mampu memperdayakan ekonomi mikro, sebab dengan prinsip tersebut realitas eksploitatif akan terhilangkan dan terjadi pemerataan distribusi kekayaan.
C. Analitis Kritis Terhadap Isi Buku
Pemikiran Muhammad yang tertuang dalam Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, pada dasarnya bukan sepenuhnya sebagai gagasan yang dianggap baru. Gagasan yang tertuang dalam karya tersebut merupakan reformulasi atas gagasan ekonom muslim terdahulu seperti Antonio Syafi’I, Umar Chapra, M.A Mannan, dan Najtullah Siddiqi.
Namun demikian, gagasan yang notabene tidak baru tersebut tampak menarik untuk ditindaklanjuti, sebab bidikan ketimpangan sosial dan ketidak berdayaan ekonomi mikro oleh gilda-gilda kapitalisme membuka mata sebagaian orang bahwa gagasan ekonomi Islam yang dianggap sangat idealis dan tidak realistik terbantahkan oleh karya ini.
Rangkaian ulasan yang sistematik yang dibubuhi oleh gaya bahasa yang mudah dicerna menambah daya tarik tersendiri selain dari sisi contennya. Dari sisi contennya penulis berpandangan bahwa kerangka ontologis ekonomi Islam merupakan reaktualisasi nilai-nilai Islam dalam aktifitas ekonomi. Dengan kata lain, adalah wajar manakala terdapat pandangan bahwa gagasan ekonomi Islam merupkan upaya Islamisasi terhadap disiplin ilmu ekonomi umum yang berbasis pada paradigma bebas nilai.
Masuknya nilai-nilai Islam adalah sebagai upaya untuk mengembalikan keberadaan disiplin ilmu ekonomi yang positivistik menjadi disiplin ilmu ekonomi yang humanis dan menjunjung tinggi keberadaan manusia. Dari sini bisa dikatakan bahwa usaha mensinergikan antara kepentingan material dengan kepentingan spiritual sama halnya sebagai upaya pengembalian jatai diri manusia yang telah termarginalisasi dan terekspolitasi oleh sistem ekonomi modern dewasa ini yakni kapitalisme.
Ketidakberdayaan sektor mikro dalam pergerakan ekonomi kapitalistik yang mencoba diselesaikan dengan pendekatan paradigma Islam adalah upaya yang kurang lebih sama dengan pola yang secara umum mencoba diselesaikan oleh sistem ekonomi lain. Dalam kapitalisme semisal ketidak berdayaan sektor mikro mencoba diselesaikan dengan pola pemerataan alokasi dana dari sektor perbankkan dengan sistem pinjaman lunaknya. Sedangkan dalam sistem sosialis ketidakberdayaan sektor mikro tersebut mencoba diselesaikan dengan pola kepemilikan colektif yang serba terintegrasikannya seluruh sistem kehidupan melalui intervensi negara.
Oleh karena itu, baik pola konvensional (Kapitalisme dan sosialisme) maupun syari’ah ( Ekonomi Islam ) tawaran alternatif dalam memecahkan permasalahan ekonomi termasuk ketidakberdayaan sektor mikro perlu mendapatkan kerangka evaluasi yang proporsional yang tidak melihat dari keberpihakan idiologi tertentu. Hal ini, senada pula dengan pandangan Muhammad yang teramat Inklusif dalam mengupayakan penyelesaian ketimpangan sosial yang terjadi dalam masyarakat yang terepresentasikan oleh ketidakberdayaan ekonomi mikro.
Keberadaan bank Syari’ah yang digunakan sebagai upaya untuk pengentasan ketimpangan sosial, bagi penulis mungkin jauh lebih akomodatif terhadap situasi sektor ril dari pada keberadaan sistem perbankkan konvensional. Dengan pola bagi hasil yang beroperasi dengan prinsip Syirkah (kerjasama), Tijarah (perdagangan/jualbeli) dan Ijarah (sewa), kelompok usaha ekonomi mikro akan memiliki prospek yang positif dikemudian hari. Hal ini tidak terlepas dari asumsi yang dibangun oleh bank Syari’ah yang berpndangan bahwa setiap usaha pasti menghasilkan keuntungan dan kerugian. Hal ini bertolak belakang dengan asumsi yang mencoba dikembagkan oleh bank konvensional yang berasumsi setiap kegiatan usaha pasti hanya menghasilkan keuntungan.

D. Kesimpulan
Pada dasarnya gagasan yang diintrodusir oleh muhammad dalam karya yang bertajuk “Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam” berisi tiga buah gagasan utama. Pertama berbicara tentang kerangka Ontologis ekonomi Islam yang meliputi konfigurasi dan azas ekonomi Islam. Kedua berbicara tentang permasalah ekonomi kontemporer yang terbingkai dalam variabel paradigma bebas nilai dan isu seputar liberalisasi. Ketiga tawaran alternatif atas permasalahan dewasa ini dengan menggunakan paradigma ekonomi Islam.
Gagasan tersebut pada hakekatnya bukanlah gagasan yang sepenuhnya baru, sebab, gagasan serupa juga pernah menjadi bahan perhatian yang serius oleh tokoh ekonomi muslim terdahulu seperti Umar Chapra dan M.A Mannan. Apa yang dilakukan oleh muhammad adalah semacam mereformulasikan gagasan-gagasan tersebut kedalam bahasan kekinian yang disadari atau tidak kondisi real sekarang dibawah sistem kapitalisme menggugah tanggung jawab moral semua kalangan untuk mencari pemecahan masalah
Keberadaan ekonomi Islam pada dasarnya sebagai upaya pengembalian potensi diri dan harkat manusia yang telah termarjinalisasikan dan tereksploitasi oleh sistem kapitalis dengan gilda-gilda perekonomiannya.
Pola rekontruksi dan pemberdayaan ekonomi mikro yang digagas oleh ekonomi Islam hendaknya diletakkan dalam kondisi yang proporsional yang tidak terpaku dalam kerangka ideologi dan paradigma tertentu.

DIMENSI ARTISTIK

DIMENSI ARTISTIK
DALAM AJARAN ISLAM
Oleh : Muhammad Hambali, S. HI


A. Pendahuluan
Islam adalah agama universal, didalamnya terdapat ajaran yang berdimensi spiritual maupun dimensi sosial. Dalam hal ini, Islam bukan hanya mengajarkan bagaimana tata cara beribadah yang menyangkut hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan melainkan juga memuat ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya atau hubungan horizontal.
Dalam kaitan hubungan horizontal, seni bagi penulis merupakan bagian dalam klasifikasi hubungan tersebut. Adalah fakta sejarah yang tidak bisa kita pungkiri bahwa dalam perjalanan sejarah, Islam telah menyumbangkan peradaban dunia. Baik yang menyangkut peradaban intelektual maupun peradaban yang menyangkut kemegahan bangunan fisik yang termanifestasikan dalam istana megah dinasti-dinasti Islam.
Di Spanyol, terdapat istana Cordova dan Granada. Istana Cordova dalam catatan sejarah dikatakan bahwa istana tersebut dikelilingi taman-taman serta bunga-bunga yang di impor dari Timur. Selain itu pula, di istana ini terdapat pemandian umum. Sedangkan di Granada istananya terkenal sebagai manifestasi puncak kejayaan arsitektur Muslim Spanyol. Di sekeliling istana tersebut terdapat taman-taman yang indah.[1]Kesemuanya itu merupakan sepenggal cerita kemajuan yang pernah dicapai oleh Islam terkait seni arsitektur.
Di samping arsitektur, Islam juga mencatat perkembangan dalam bidang sastra. Menurut Ira M. Lapidus bahwa ekspresi yang paling pokok dalam program kerajaan adalah upacara Istana, seni, dan arsitektur.[2] Pada masa pemerintahan Umayyah di Damaskus, istana khalifah tersebut menjadi panggung teater yang memainkan serial drama kerajaan. Di samping itu, seni kesastaraan yang terbangun adalah seni sastra Arab yang merupakan konvensi Arab pra Islam dan tradisi Lisan. Di sisi lain, pada masa kekhalifahan Abasiyyah corak perkembangan sastranya di manifestasikan dengan syair Arab yang memadukan corak Badui kuno dan corak baru dari kalangan Istana.[3]
Selain itu, sejarah juga mencatat tempat peribadatan umat Islam yaitu masjid, juga berdiri dengan megahnya. Sejumlah masjid di kekhalifahan Umayyah Damaskus di bangun dengan pola arsitektur yang memadukan dekorasi dan motif-motif yang halus dari unsur Kristen, Bizantium dan Sasania.
Dari sepenggal cerita kemajuan Islam tersebut, bila kita fikir secara mendalam, pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah hal-hal yang tercatat dalam sejarah di atas adalah semacam karya Umat Islam yang serba kebetualan saja, ataukah kemajuan-kemajuan tersebut berangkat dari pemikiran dan konsep yang universal.
Berangkat dari hal di atas, makalah yang bertajuk “Dimensi Artistik Dalam Ajaran Islam” bermaksud menguraikan makna-makna keindahan yang tertuang dalam ajaran Islam. Baik yang berkenaan dengan pengungkapan pernyataan Tauhid taupun manifestasi ajarana Islam yang tertuang dalam al-Qur’an dan al-Hadis. Mengingat luasnya tema pembahasan ini, maka makalah ini hanya akan membatasi diri pada aspek bagaimanakah nilai-nilai artistik dalam ajaran Islam serta indikasi atau karakteristik fundamental yang membedakan kesenian Islam dengan kesenian di luar Islam dan perdebatan klasik dikalangan para ulama Islam terkait seni Islam.

B. Sepenggal Pentakrifan Seni Islam
Bukan permasalahan yang mudah untuk mendifinisikan apa sebenarnya seni Islam tersebut. Apakah seni yang dalam pengungkapannya memakai bahasa Arab sebagai mana orang awan melihat yang dapat kita katakan sebagai seni Islam. Ataukah seni yang mendapatkan legitimasi dari ajaran Islam, ataukah seni yang dalam operasionalisasinya bernuansa atau bernafaskan nilai-nilai yang termaktum dalam sumber ajaran agama Islam. Barangkali kita tidak akan pernah sepakat tentang pentakrifan seni Islam ini.
Namun demikian, jika merujuk pada pandangan para ahli, mungkin kita dapat membangun persepsi yang setidaknya sama tentang apa sebenarnya seni Islam tersebut. Menurut Seyyed Hossein Nasr, seni Islam merupakan hasil dari pengejawantahan Keesaan pada bidang keanekaragaman. Artinya seni Islam sangat terkait dengan karakteristik-karakteristik tertentu dari tempat penerimaan wahyu al-Qur’an yang dalam hal ini adalah masyarakat Arab.[4] Jika demikian, bisa jadi seni Islam adalah seni yang terungkap melalui ekspresi budaya lokal yang senada dengan tujuan Islam.
Sementara itu, bila kita merujuk pada akar makna Islam yang berarti menyelamatkan ataupun menyerahkan diri, maka bisa jadi yang namanya seni Islam adalah ungkapan ekspresi jiwa setiap manusia yang termanifestasikan dalam segala macam bentuknya, baik seni ruang maupun seni suara yang dapat membimbing manusia kejalan atau pada nilai-nilai ajaran Islam.[5]
Di sisi lain, dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi kedalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra pendengaran (seni suara), penglihatan (seni lukis dan ruang), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari dan drama).[6]
Dari difinisi yang kedua ini bisa jadi seni Islam adalah ekspresi jiwa kaum muslim yang terungkap melalui bantuan alat instrumental baik berupa suara maupun ruang. Hal ini juga bisa kita lihat dalam catatan sejarah bahwa dalam perkembangannya baik seni suara maupun ruang termanifestasikan.
Dengan definisi demikian, maka setiap perkembangan seni baik pada masa lampau maupun masa kini bisa dikatakan seni Islam asalkan memenuhi kerangka dasar dari difinisi-difinisi di atas. Dengan kata lain, seni bisa kita kategorikan seni Islam bukan terletak pada dimana dan kapan seni tersebut termanifestasikan, melainkan pada esensi dari ajaran-ajaran Islam yang terejahwantah dalam karya seni tersebut.

C. Karekteristik Seni Islam Serta Manifestasinya Dalam al-Qur’an
Ungkapan artistik dalam ajaran Islam yang termanifestasikan dalam seni ruang dan yang lainnya, membawa kita pada pemahaman bahwa seni Islam memiliki karekteristik yang membedakan dengan seni yang lainnya. Karekteristik-karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :[7]
Pertama seni Islam bercirikan abstrak dan mujarat. Ciri ini didasari atas munculnya penafsiran seni Figural yang berangkat dari pemahaman bahwa alam ini adalah ilusi yang dinafikan. Namun bagi seni Islam, alam adalah kreasi seni Tuhan yang dapat dirasa dan di raba.
Kedua seni Islam bercirikan Struktur Modular. Artinya dalam karya seni Islam senantiasa di bangun dari entity atau bentuk-bentuk yang lebih kecil yang pada akhirnya bergabung menjadi bentuk yang lebih komplek.
Ketiga seni Islam bercirikan gabungan berurutan. Artinya dalam berbagai bentuknya baik yang berkenaan dengan seni suara, ruang dan gerak, seni Islam senantiasa terbangun dari komponen kecil yang bergabung secara berurutan. Gabungan berurutan yang lebih besar tesebut dalam kenyataannya tidak menafikan keberadaan komponen yang lebih kecil. Justru gabungan-gabungan tersebut di sambung dengan komponen yang lebih besar yang membentuk gabungan yang lebih kompleks. Contoh dari ciri ini dapat kita lihat dalam al-Qur’an. [8]
Keempat seni Islam bercirikan perulangan. Artinya dalam berbagai coraknya, karya seni Islam mengandung model perulangan yang tinggi, baik perulangan motif, struktur modularnya maupun kombinasi berurutannya. Manifestasi dari ciri ini juga dapat kita lihat dalam al-Qur’an. Artinya betapa tidak bisa kita pungkiri bahwa dalam Qur’an kita temukan model-model pengulangan. Dari sisi seni Islam ini merupakan karya maha agung yang menakjubkan, sebab membuat perulangan yang dibarengi dengan perulangan keseragaman makna dan bunyi adalah hal yang sangat luar biasa sulitnya.
Kelima seni Islam bercirikan dinamis. Artinya dalam karya-karya seni Islam senatiasa melalui lingkungan masa. Menurut Boas bahwa setiap seni yang ada pada dasarnya sama, yaitu meliputi lingkungan masa dan ruang. Seni yang meliputi lingkungan masa adalah seni sastra dan seni musik. Sedangkan seni yang meliputi lingkungan ruang adalah seni tampak atau bina ( arsitektur ). Adapun tari dan drama adalah menggabungkan seni masa dan seni ruang.[9]
Keenam seni Islam memiliki kerumitan. Jika kita menilik lebih lanjut terhadap karya-karya seni Islam, maka kerumitan dalam komponen-komponennya adalah dapat kita ketemukan. Baik dalam seni kaligrafi maupun seni ruang. Manifestasi dari kerumitan ini juga dapat kita ungkap dalam al-Qur’an. Artinya pemakaian gaya bahasa yang terdapat dalam al-Qur’an dari sisi seni Islam merupakan manifestasi dari gaya bahasa tingkat tinggi yang membangun sebuah keindahan sastra.

D. Perkembangan Seni Dalam Islam
Perlu di pahami terlebih dahulu bahwa perkembangan seni yang penulis maksudkan adalah perkembangan seni yang terjadi disalah satu belahan dunia Islam yaitu Spanyol. Alasan yang melatar belakangi pengangkatan kemajuan seni di Spanyol adalah bahwa Muslim Spanyol adalah salah satu pusat peradaban dunia Islam yang pada akhirnya jauh lebih pesat dari pada di belahan dunia yang lainnya yang dalam hal ini adalah Muslim Timur yang di representasikan oleh Abasiyyah dan Umayyah Damaskus.
Pertama perkembangan seni musik. Fondasi perkembangan musik di Spanyol diletakkan oleh seorang yang bernama Ziryab.[10] Melalui tangan Ziryab di Spanyol tepatnya di Kordova di bangun sekolah musik atas bantuan Khalifah al-Hakam II. Selain Ziryab, terdapat juga Ibn Firnas (w. 888M). Ia merupakan tokoh yang memperkenalkan seni musik timur di Spanyol. Menurut K. Hitti pada abad ke 11 M, perkembangan seni musik di Spanyol jauh lebih pesat dari pada perkembangan seni musik di Baghdad.[11] Indikator dari pernyataan ini adalah bahwa di kota Seville pada masa pemerintahan Abbadiyyah, menjadi pusat perkembangan musik, lagu dan kesenian lain yang indah.
Dari perkembangan seni musik di Spanyol, pada gilirannya memberikan andil terhadap perkembangan seni musik di daratan Eropa. Dalam pandangan peneliti-peneliti terdahulu seperti, Ribera sebagaimana yang dikutib oleh K. Hitti menyatakan bahwa seluruh musik pop (Musica ficta) pada abad ke-13M di daratan Eropa baik berkaitan dengan lirik dan roman-roman sejarah di wilayah itu bila di telisik lebih lanjut akarnya berasal dari Spanyol. Demikianlah dialektika seni musik Spanyol telah turut andil dalam membangun peradaban baik di kalangan wilayah Islam sendiri maupu di daratan Eropa.
Kedua perkembangan seni ruang (arsitektur). Ciri khas yang menonjol dalam bangunan arsitektur di Spanyol adalah konsep arsitektur tapak kuda. Sistem arsitekrur ini digunakan pada bangunan-bangunan yang tersebar di utara Suriah. Kontribusi Muslim Spanyol yang bisa dikatakan orisinil adalah terletak pada sistem pembangunan kubah yang didasarkan atas tapak yang saling berhubungan dan tulang rusuk yang saling berpotongan.
Dari perkembagan seni arsitektur di Spanyol pula, daratan Eropa ikut menyerap model-model ini. Di antaranya adalah di kenalnya lengkungan Moor di daratan Eropa pada dasarnya bila ditelisik akarnya adalah berasal dari model lingkaran sepatu kuda yang digunakan pada konstruksi masjid Umayyah di Damaskus. Begitu pula dengan model tapak lancip yang terkenal dalam seni arsitektur Barat-Gotik, pada dasrnya mengadopsi seni arsitektur yang terdapat dalam bangunan masjid Umayyah di Damaskus.

E. Perdebatan Klasik Para Ulama Tentang Seni
Perdebatan di kalangan para ulama yang dimaksudkan disini adalah terkait keberadaan seni suara dan pengunaan instrument alat musik. Pandangan para ulama tersebut antara lain sebagai berikut :[12]
Pertama Imam Syaukani dalam kitabnya Nailur Authar yang mengutip pendapat para ulama lain menyatakan bahwa :
· Para ulama berselisih paham tentang hukum menyanyi dan penggunaan alat musik. Bagi jumhur ulama mengatakan haram, sedangkan bagi ahli Dzohiriyah memperbolehkannya.
· Abu Mansyur al-Baghdadi ( Mazhab Syafi’i) mengatakan seni suara dan penggunaan alat musik adalah boleh. Hal ini didukung oleh fakta bahwa Abdullah Bin Ja’far pernah melakukan hal serupa pada masa Ali Bin Abi Thalib.
· Ar-Ruyani dari mazhab Maliki menyatakan bahwa seni suara dan penggunaan alat musik diperbolehkan.
Kedua menurut abu Ishak Asy-Syirazi dalam kitabnya Al-Muhazzab mengatakan bahwa :
· Diharamkan menggunakan alat-alat permainan yang membangkitkan hawa nafsu seperti alat musik gambus, tambur, mi’zah (sejenis piano) drum dan seruling.
· Boleh memainkan rebana pada pesta perkawinan dan khitanan. Selain dalam kedua acara tersebut tidak diperkenankan.
Ketiga menurut al-Alusi dalam tafsirnya Ruhul Ma’ani mengatakan bahwa :
· At-Thursusi berpendapat yang dinukil dari kitab Adabul Qadha bahwa imam Syafi’I mengatakan menyayi itu adalah permainan makruh yang menyerupai pekerjaan bathil
· Sebagian para ulama berpendapat boleh menyanyi dan menggunakan alat musik, namun hanya pada acara-acara tertentu saja. Seperti dalam pesta pernikahan, khitanan dan hari raya
Dari pandangan para ulama di atas, penulis berpendapat bahwa keharaman yang muncul dalam hukum seni suara dan penggunaan alat musik, pada dasarnya tidak terlepas dari konteks sejarah yang melarbelakangi hukum tersebut. Dalam hal ini, bagi penulis keharaman itu muncul dikarenakan dalam kultur arab kala itu, tradisi bermain musik dan bernyanyi senantiasa di barengi dengan suguhan minum-minuman keras. Dengan demikian, adalah wajar manakala para ulama terdahulu mengharamkam seni musik dan penggunaan instrumennya.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana manakala seni bernyanyi tersebut tidak lagi dibarengi dengan minuman keras. Jika demikian penulis berpendapat dengan berpegang pada kaidah fiqh yang menyatakan “ Al-Hukmu Yadurru Ma’a Ilati Wujudan Wa Adaman ” maka, karena ilat[13] hukum dari keharaman seni musik dan instrumennnya sudah tidak ada, maka begitu pula hukumnya. Dengan demikian, hukum seni bernyanyi dan instrumennya menjadi halal.

F. Pesan Spiritual Dalam Seni Islam
Seni Islam mempunyai landasan pengetahuan yang di ilhami oleh nilai-nilai spiritual, yang dalam pandangan para tokoh tradisional seni Islam di sebut dengan hikmah dan keraifan. Salah satu pesan spiritual yang di sampaikan dalam seni Islam adalah kelugasannya dalam menyampaikan esensi Islam yang jauh lebih mudah dicerna oleh pemikiran manusia dari pada penjelasan yang bersifat ilmiah.[14]
Sebaris kaligrafi tradisional justru lebih mampu menjelaskan karakter pesan Islam dibandingkan dengan ungkapan ilmiah para modernis dan aktifis. Orang akan merasa tenang ketika duduk di atas karpet tradisional, memandang sebaris kaligrafi,mendengarkan syair klasik dan tilawah al-Qur’an. Betapa ini adalah semacam ketenangan psikologis yang mampu disampaikan oleh berbagai seni dalam Islam.
Seni Islam juga dapat berfungsi sebagai wahana kotemplasi pada manusia di saat ia disibukkan dengan aktifitas hariannya. Adalah sifat manusia manakala ia disibukkan dalam aktifitas duniawi, baik berkaitan dengan ekonomi, politik maupun yang lainnya cenderung untuk melupakan Tuhan. Seni Islam adalah sarana yang mampu menembus ruang-ruang kesibukan manusia dalam segala bentuknya yang membimbing kearah kesadaran akan keberadaan Tuhan. Hal yang demikian inilah, bagi penulis yang dikatakan sebagai pesan spiritual yang tersampaikan dalam karya seni Islam.
Walaupun demikian, tidak bisa kita pungkiri juga, bahwa kita sering kali terjebak pada hal-hal formal (terikat pada bentuk ). Dengan kata lain, seyogyanya melalui karya seni Islam, baik seni ruang maupun suara, pesan spiritual yang seharusnya terbaca oleh setiap individu, justru hanya berhenti pada keindahan bentuk dari seni Islam tersebut. Hal yang demikian itu, bagi penulis tidak ubahnya sebagai pola keberagamaan kita. Artinya, realitas-empiris yang terdapat disekitar kita tersebut tidaklah mereduksi pemahaman bahwa seni Islam mampu menyampaikan pesan spiritual terhadap setiap individu.
DAFTAR PUSTAKA

al-Baghdadi, Abdurahman, Seni Dalam Pandangan Islam: Seni Vocal, Musik Dan Tari, Jakarta: Gema Insani Press, 1991

Ensiklopedi Indonesia, Jilid V, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2002

al-Faruqi, Ismail R, The Cultural Atlas of Islam, Terj. Khairuddin Harun, USA: International Institut of Islamic Thought, 1992

Hossein Nasr, Seyyed, Spiritualitas Dan Seni Islam, Jakarta: Mizan, 1998

K. Hitti, Philip, History Of The Arabs: From The Earliest Times To The Present, Terj. R. Cecep Lukman Yasiin, Jakarta: PT. Serambi Ilmu, 2002.

Lapidus, Ira M, A History Of Islamic Sicieties, Terj. Ghufron A. Mas’adi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1999

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998

Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, Jakarta: UI Press, 1985





[1] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998 ), h. 105
[2] Ira M. Lapidus, A History Of Islamic Sicieties, Terj. Ghufron A. Mas’adi ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1999 ), h. 126
[3] Ibid., h. 125
[4] Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas Dan Seni Islam, ( Jakarta: Mizan, 1998), h.18
[5] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985), h. 20
[6] Lihat Ensiklopedi Indonesia, Jilid V, ( Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve,…..), h. 3080-3081
[7] Ismail R. al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, Terj. Khairuddin Harun, (USA: International Institut of Islamic Thought, 1992 ), h. 175
[8] Al-Qur’an tersusun atas komponen-komponen yang lebih kecil yaitu terdiri dari ayat-ayat, maqra’ , surat dan juz. Kesemuanya itu bergabung berurutan menjadi satu kesatuan yang pada akhirnya di sebut al-Qur’an. Dengan kata lain, al-Qur’an sebagi kitab suci umat Islam di lihat dari sisi seni Islam mampu terefleksikan dengan sempurnaya.
[9] al-Faruqi, The Cultural…………, h. 177

[10] Philip K. Hitti, History Of The Arabs: From The Earliest Times To The Present, Terj. R. Cecep Lukman Yasiin, ( Jakarta: PT. Serambi Ilmu, 2002 ), h. 763
[11] Ibid., h. 764
[12] Abdurahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam: Seni Vocal, Musik Dan Tari, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h. 21-23
[13] Ilat dalam kajian hukum Islam adalah alasan atau Rasion Deetri atas lahirnya sebuah hukum, apakah haram atau halal.
[14] Nasr, Spiritualitas……………, h..214

ISLAM SPANYOL

ISLAM SPANYOL: PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
DAN KONTRIBUSI INTELEKTUAL
Oleh: Muhammad Hambali, SHI


A. Pendahuluan
Muslim spanyol merupakan manifestasi atas pergulatan politik antara umayyah dan abasisiyyah. Keberadaannya di awali atas kebijakan khalifah al-Walid (705-715) dalam memperluas kekuasaan dinasti Umayyah sampai Afrika Utara. Dengan dikuasainya Afrika Utara pintu untuk menguasai Spanyol menjadi terbuka, sebab penguasaa Afrika Utara pada dasarnya hanya sebagai politik taktis untuk menguasai Spanyol.[1]
Secara umum keberadaan Muslim Spanyol perkembangannya dapat di bagi menjadi 3 tahap.[2] Pertama tahap masuk dan berkembangnya Islam (711-912). Kedua Tahap Puncak kejayaan Islam (912-976). Ketiga Tahap kemunduran dan masa disintegrasi Islam (976-1031)
Kejayaaan Muslim Spayol terbangun pada masa pemerintahan Abdurahman III (912-961) dan al-Hakam (961-976). Dibawah pemerintahan kedua khalifah ini, Spanyol berkembang menjadi salah satu pusat peradaban dunia yang sekaligus menandingi kejayaan Muslim Timur di bawah pemerintahan Dnasti Abasiyyah .
Kemajuan yang dicapai meliputi berbagai bidang, terutama dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kemajuan dalam bidang pendidikan telah menarik minat para siswa Kristen dan Muslim yang bukan hanya dari dalam Spanyol melainkan juga dari wilayah-wilayah lain di Eropa, Afrika, dan Asia.[3]
Lewat Muslim Spanyol pula nama-nama agung dalam bidang sains dan filsafat dilahirkan, seperti Ibn Rusdy (w.1126 M) sebagai anak kandung filsafat Aristoteles, Ibn Arabi (w.1230 M) ahli Tasawuf, Ibn Khaldun (w. 1406 M) ahli sejarah, Abas Ibn Farnas Ahli kimia dan Astronomi.
Tingginya peradaban yang terbangun pada Muslim Spanyol[4], secara langsung memberikan andil besar terhadap kemajuan Eropa. Hal ini dikarenakan Muslim Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa dalam menyerap peradaban Islam, baik dalam bidang politik sosial maupun perekonomian serta peradaban antar negara.[5]
Menurut Mehdi Nakosteen, transformasi peradaban Islam ke Peradaban Barat khususnya dalam ilmu Pengetahuan setidaknya terbangun melalui 2 saluran utama.[6] Pertama melalui para mahasiswa dan cendikiawan dari Eropa Barat yang belajar di sekolah-sekolah tinggi dan universitas-universitas Spanyol. Kedua melalui terjemahan karya Muslim dari sumber-sumber berbahasa Arab.
Berangkat dari hal di atas, maka makalah ini bertujuan mendiskripsikan keberadaan Muslim Spanyol yang diakui atau tidak telah turut andil dalam membangun kejayaan Islam, baik dari sisi peradaban intelektualismenya maupun maupun dari kemajuan sisi arsitektur dan yang lainnya. Namun demikian makalah ini hanya akan membatasi pada 3 aspek pembahasan yaitu pertama perkembangan pendidikan Islam. Kedua Kontribusi intelektual Muslim Spanyol. Ketiga pengaruhnya terhadap kemajuan Eropa ( Renaisans )

B. Perkembangan Pendidikan Islam
Perkembangan pendidikan Islam disini meliputi perkembangan dari sisi institusinya maupun materi atau kurikulumnya. Pada masa pemerintahan Abdurahman III dan al-Hakam II Muslim Spanyol mengalami puncak kejayaan. Dari sisi perkembangan pendidikan Islam, pada periode ini banyak dibangun lembaga pendidikan. Di antara lembaga pendidikan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Pendidikan Dasar
Pada tahap ini materi yang diberikan meliputi baca tulis al-Qur’an serta tata bahasa dan puisi Arab. Dalam Khasanah sejarah pendidikan Islam, pendidikan dasar dikenal dengan Maktab atau Kuttab.[7]
Hampir di setiap kota dan desa penyelenggaraan pendidikan dasar dapat di temui. Dengan tersebarnya pola pendidikan dasar semacam itu, hampir bisa dipastikan bahwa sebagian besar Muslim Spanyol dapat membaca dan menulis.
Selain itu, posisi wanita untuk memperoleh pendidikan hanya sedikit ditemukan pelarangan. Dengan kata lain, antara pria dan wanita pada masa itu sama-sama berhak mengenyang pendidikan dasar. Hal ini dibuktikan, semasa pemerintahan al-Hakam II setidaknya terdapat 170 orang wanita yang bertugas sebagai penulis kitab suci al-qur’an dengan huruf kufi yang indah.[8]
Selain itu, pada masa pemerintahan al-Hakam II didirikan 27 sekolah yang bertempat di Cordova. Di sisi lain kebijakan pro rakyat tidak henti-hentinya digulirkan. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya 80 sekolah untuk orang-orang miskin yang dalam proses oprasionalisasinya tanpa dipungut biaya sama sekali.
Penghormatan terhadap guru pada masa ini juga sangat tinggi. Hal ini terlihat paradoks dengan keadaan guru sekolah dasar di tempat lain. Menurut Mehdi Nakosteen, tinggi rendahnya penghormatan terhadap guru terletak pada 2 hal. Pertama tempat di mana ia mengajar. Kedua tingkatan dimana ia mengajar.[9]
b. Pendidikan Tinggi
Dalam bidang pendidikan tinggi, Muslim Spanyol amat terkenal dan menjadi salah satu pusat pendidikan dunia menyaingi Mesir dan Bahdad. Berdirinya Universitas Cordova pada masa Khalifah Abdurahman III yang selanjutnya dikembangkan al-Hakam II menandingi dua Universitas lainnya yaitu al-Azhar di Kairo dan Nidzamiyah di Bahdad.
Keberadaan Universitas cordova tersebut telah menarik perhatian para pelajar yang bukan hanya dari Spanyol tetapi juga dari tempat lain seperti Eropa, afrika, dan Asia. Di Universitas ini terdapat jurusan Astronomi, Matematika, Kedokteran, teologi dan hukum.[10]
Setiap tahunnya Universitas ini menerima mahasiswa dalam jumlah ribuan. Selain itu ijazah yang dikeluarkan dari universitas ini memberikan peluang pada mereka untuk mendapatkan jabatan tinggi di kerajaan.
Di samping Universitas Cordova, terdapat juga Universitas Granada yang tidak kalah mashurnya dengan Universitas Cordova. Universitas ini di dirikan oleh Khalifah Nashariyah ketujuh yaitu Yusuf Abu al-Hajjaj (1333-1354 ). Di universitas ini gedung-gedungnya mempunyai gerbang yang di apit oleh patung-patung singa.[11]
Kurikulum yang diajarkan di Universitas Granada ini meliputi kajian teologi, ilmu hukum, kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi. Adapun mahasiswanya banyak dari kalangan bangsawan. Selain itu, para mahasiswanya bukan hanya dari dalam negeri, namun juga dari luar negeri.[12]
Satu hal yang perlu dicatat, bahwa keberadaan Universitas-universitas tersebut bukan hanya terdapat di Cordova dan Granada, melainkan juga terdapat di beberapa kota penting di Spanyol seperti Seville dan Malaga. Tidak jauh berbeda dengan kedua Universitas sebelumnya cordova dan Granada, di kedua Universitas ini juga diajarkan tentang teologi, hukum Islam, kedokteran, kimia, filsafat dan astronomi.[13]

c. Perpustakaan sebagai pusat pendidikan
Kemegahan pendidikan tinggi di Spanyol sebagaimana uraian di atas di barengi dengan kemegahan perpustakaannya. Hampir setiap Universitas yang ada selalu mempunyai perpustakaan yang letaknya berdampingan dengan gedung Universitas.
Secara umum perpustakaan yang baru diketahui terdapat 70 buah yang tersebar di seluruh penjuru Spanyol. Perpustakaan terbesar terdapat di Cordova. Perpustakaan ini pembangunannya di pelopori oleh Khalifah Muhammad I (852-886) yang kemudian di perluas oleh Abdurahman III dan menjadi perpustakaan terbesar dan terbaik pada masa pemerintahan al-Hakam II. Di perpustakaan ini terdapat koleksi buku sekitar 4 juta.[14]
Pada masa al-Hakam II perpustakaan ini di buka untuk umum. Setiap orang yang menuntut ilmu dapat menggunakan fasilitas perpustakaan ini. Selain itu para mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam finansial sering kali mendapatkan bantuan dari Khalifah al-Hakam II ini.
Di samping itu, terdapat juga perpustakaan pribadi yang perlu di catat atas keberadaannya, yaitu pertama perpustakaan al-Hakam II. Kedua Perpustakaan Abul Mutrif seorang hakim Cordova. Di perpustakaan al-Hakam II tersebut terdapat koleksi sekitar 600.000 volume yang membutuhkan 24 volume katalogus untuk judul dan diskrepsi.[15]
Yang kedua adalah perpustakaan Abul Mutrif seorang hakim Cordova. Didalamnya terdapat koleksi –koleksi buku langka dan masterpis-masterpis kaligrafi. Diperpustakaannya, Abul Mutrif memperkerjakan 6 orang sebagai penyalin dapat bekerja penuh waktu. Di akhir hayatnya perpustakaan ini di lelang dan terjual sekitar 40.000 dinar pada tahun 1011 M.[16]

C. Kontribusi Intelektual Muslim Spanyol
Masyaraakat mulim Spanyol sebagai masyarakat multietnik, keberadaannya terbangun dari beberapa komponen masyarakat.[17]didalamnya terdiri atas komunitas arab( Baik dari utara maupun selatan), orang-orang Spanyol yang masuk Islam yang di kenal dengan al-Muwalladun, suku Barbar ( Umat Islam Dari Afrika Utara ), al-Shaqalibah[18], Yahudi, Kristen Muzareb dan Kristen yang menentang keberadaan Islam di Spanyol.[19]
Semua komponen masyarakat tersebut kecuali yang menentang, saling bahu-membahu dalam mewujudkan peradaban Islam Spanyol yang pada akhirnya melahirkan kebangkitan intelektual, baik dalam bidang filsafat, tasawuf, sains, bahasa dan sastra, kesenian dan musik maupun kemegahan bagungan fisiknya.
a. Filsafat
Puncak pencapaian intelektual Muslim Spanyol terjadi dalam pemikiran filsafat. Dalam bidang ini, Muslim Spanyol merupakan mata rantai yang menghubungkan antara filsafat Yunani klasik dengan pemikiran Latin-Barat. Selain itu, muslim Spanyol juga turut andil besar dalam mendamaikan antara agama dengan ilmu, akal dengan iman yang sekaligus menandai akhir abad kegelapan Eropa.
Pada kekhalifahan al-Hakam II (961-976M) ribuan karya ilmiah filosofis di Impor dari Timur. Karya-karya tersebut terhimpun dalam perpustakaan pribadinya. Kebijakan al-Hakam yang mendukung terciptanya lingkungan intelektual inilah yang pada akhirnya turut serta membidani lahirnya folosof-filosof besar sesudahnya.
Tokoh-tokoh filsafat tersebut antara lain :
1. Solomon Ben Gabirol ( Didunia barat ia terkenal dengan nama Avicebrol, Avencebrol)
Ia dilahirkan di Malaga sekitar tahun 1021 M dan meninggal di Valencia pada tahun 1058. Ben Gabirol terkenal dengan julukan filosof Palto-Yahudi. Melaluai tangannya filsafat plato yang sudah di Islamkan mulai siap kembali untuk di Baratkan. Selain itu Ben Gabirol juga memainkan peranan penting dalam Skolatisisme abad pertengahan yang pada akhirnya mengilhami lahirnya gerakan Fransiskan. Karya monumentalnya adalah Yanbu al Hayah (Sumber Kehidupan).
2. Ibn Bajjah[20]
Dilahirkan di Saragosa dan besar di Seville dan Granada. Ia meninggal di Fez tahun 1138 M karena keracunan. Beberapa Risalahnya turut andil dalam membangun pemikiran filosof lainnya. Seperti risalah dalam bidang Astronomi yang mengkritik asumsi Ptolemius telah membantu jalan pemikiran Ibn Thufayl dan al-Bitruji. Dalam bidang kedokteran membantu Ibn Baythar dan Ibn Rusdy. Maqnum Opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid (Rezim yang sendiri).
3. Ibn Thufayl.[21]
Lahir pada dekade pertama abad ke 12M dan meninggal pada tahun 1185M di kota Muwahiddun. Maqnum opusnya adalah Hayy Ibn Yaqzhan(yang hidup anak kesadaran). Dalam bukunya tersebut ia mengatakan bahwa “ manusia dengan kualitas yang dimilikinya, tanpa sedikitpun bantuan dari luar, mampu mencapai pengetahuan tentang dunia yang lebih tinggi dan secara bertahap bisa menemukan ketergantungannya dengan realitas puncak. “
4. Ibn Rusdy.[22]
Lahir di Cordova pada tahun 1126 dan meninggal di Marakesy pada tanggal 10 Desember 1194M. Di dunia Muslim ia terkenal dengan komentator filsafat Aristoteles[23]. Begitu juga di dunia Barat Ia mendapatkan julukan “Sang Komentator” sedangkan Aristoteles sebagai ”sang Guru “.
Komentar-komentarnya terhadap filsafat Aristoteles dapat di bagi menjadi 3 bagian, yaitu Bagian pertama Komentar pendek yang sering di sebut Jami’. Bagian Kedua pertengahan atau Talkhish. Bagian ketiga komentar panjang, tafsir atau sarh ( penjelasan).
Maqnum opusnya adalah Tahafut al-Tahafut (kacauanya kekacauan) yang pada dasarnya adalah jawaban atas al-Gazhali dalam Tahafutut al-Falasifah (kekacauan Filsafat) yang menggugat rasionalisme.[24]
b. Tasawuf
Dalam bidang tasawuf, Muslim Spanyol juga mempunyai andil besar dalam perkembangan ilmu ini. Salah satu tokoh terbesarnya adalah Ibn Arabi.[25] Ia merupakan wakil mazhab iluminasi (Isyraqi) yang dipelopori oleh Suhrawardi (w.1191M) di Timur.[26] Corak pemikiran tasawuf Ib Arabi bisa dikatakan dalam klasifikasi Tasawuf Falsafi, sebab dalam filsafat Ibn arabai adalah seorang Monist-Panteistik.
Salah satu teori terkenalnya adalah Wahdah al-Wujud (kesatuan eksistensi). Berangkat dari teori ini, tasawuf Islam mengalami persentuhan dengan gagasan Phanteime, sebuah gagasan yang menyatakan ”Tuhan mengejawantahkan dirinya pada manusia”. Pemikiran Ibn Arabi bukan hanya berpengaruh pada lingkaran sufi Persia dan Turki tetapi juga pada mazhab skolastik Kristen yang di sebut Mazhab Agustinian.
Diantara karya-karyanya, yang paling membuat ia terkenal adalah al-Futuhat al-Makiyyah (penyingkapan Mekkah) dan Fushush al-Hikam (kantong-kantong kebijaksanaan) seta al-Isra’ ila Maqam al-Asra yang mengembangkan tema pendakian nabi sampai langit ketujuh. Menurut K. Hitti karya ini lebih dahulu dari karya Dente Aligeri.
c. Bidang Sains
Dalam bidang sains Muslim Spanyol juga turut membidani lahirnya tokoh-tokoh terkenal,antara lain:
1. Bidang Kedokteran
Tokoh terkenalnya adalah Ibn Rusdy. Selain sebnagai filosof ia juga ahli kedokteran . namun kemahirannya dalam filsafat membuat keahlian dalam kedokterannya tertutupi. Karya Monumentalnya dalam bidang ini adalah al-Kulliyat fi al-Thibb (generalitas dalam kedokteran).[27]
2. Bidang Astronomi
Kajian-kajian astronomi di Spanyol mencapai puncaknya setelah pertengahan aabad k-10 dan berkembang pesat melalui kontribusi dari penguasa Cordova, Seville, dan Toledo. Para ahli astronomi Spanyol pada Umumnya mempercayai pengaruh bintang sebagai sebab terjadinya berbagai peristiwa penting antara kelahiran dan kematian manusia di dunia ini.
Selain itu dalam mengembangkan pemikiran Astronominya mereka memakai kerangka karya-karya astronomi dan astrologi yang di tulis oleh ahli astronomi Muslim Timur. Para ahli astronomi paling awal dari Muslim Spanyol adalah al-Majriti (w.1007) darai Cordova, al-Zarqali (1029-1087M) dari Toledo dan Ibn Aflah (w. antara 1140-1150M).[28]
3. Bidang Sejarah
Dalam bidang ini terdapat 2 tokoh yang amat terkenal, yaitu Ibn Khatib dan Ibn Khaldun. Ibn Khatib (1313-1374M) berasal dari keluarga arab yang pindah ke Spanyol dari Suria. Ia terkenal dengan karyanya yang menceritakan tentang riwayat Kota Granada.
Sedangkan Ibn Khaldun (1332-1406M) lahir di Tunis. Karya monumentalnya dalam sejarah adalah “ Kitab al-Ibar Wa diwan al-Mubtada, Wa al-Khabar Fi Ayyam al-Arab Wa al-Ajam Wa al-Barbar ” (buku tentang ibarat, daftar subjek dan prediket, serta sejarah bangsa Arab, Persia dan Berber).
Buku tersebut terdiri atas 3 bagian, bagian pertama berisi Muqaddimah yang menjadi jilid pertama. Bagian kedua bagian utanma yang membahas kehidupan orang Arab dan bangsa-bangsa sekitarnya. Bagian ketiga berisi tentang sketsa sejarah Berber dan dinasti-dinasti Muslim afrika.[29]
Namun demikian, ketenaran Ibn Khaldun sebagai sejarawan sesungguhnya terletak dalam Muqaddimahnya. Dalam bukunya tersebut dipaparkan teori perkembangan sejarah yang menempatkan dua aspek social berupa fakta-fakta fisik tentang iklim dan geografi serta aspek moral dan spiritual yang mempengaruhi perkembangan social.
4. Bidang Geografi
Tokoh dalam bidang ini adalah al-Bakri dan al-Idrisi. Al-Bakri meninggal tahun 1094, ia merupakan ahli geografi pertama yang mashur pada abad 11 M. karya monumentalnya adalah “al-Masalik wa al-Mamalik”(buku mengenai jalan dan kerajaan).
Sedangkan al-Idrisi lahir di Ceuta pada tahun 1100M. karya monumentalnya adalah ”Kitab Nadzah al-Muslak Fi Ikhtira al-Afaq” dan “Kitab al-Jami’ Li asytat an-Nabat”. Sumbangannya terhadap pengetahuan adalah menggambarkan secara astronomis letak suatu tempat dipermukaan bumi.[30]
Selain kedua nama di atas, terdapat juga nama Ibn Jubayr dan Ibn Baththutah. Ibn bathuthah lahir di Tangier pada tahun 1304 dan meninggal di Maroko pada tahun 1377. Dalam perjalanan ketimurnya, Ibn Bathuthah mencapai Ceylon, Bengal, Benua Maldive dan China. Sedangkan dalam perjalanan terakhirnya pada tahun 1353 ia sampai pedalaman Afrika.[31]
d. Musik Dan Kesenian
Dalam bidang musik dan kesenian, Muslim Spanyol terkenal dengan tokohnya al-Hasan Ibn Nafi yang mendapatkan julukan Zaryab. Selain itu, ia juga terkenal dengan kemahirannya dalam menggubah lagu. Kemahirannya tersebut bukan hanya untuk dinikmatinya sendiri malainkan ia juaga mengajarkannya pada anak-anaknya baik pria maupun wanita seta pada budak-budaknya.[32]
e. Bahasa dan Sastra
Tokoh yang terkenal dalam bidang ini adalah Muhammad Ibn al-Hasan al-Zubaydi (928-989M) dan Ali Ibn Hazm (994-1064M). al-Zubaydi pada masa al-Hakam diangkat menjadi pengawas pendidikan anak laki-lakinya Hisyam yang pada akhirnya di angkat menjadi Qadhi dan ketua Pengadilan di Seville. Karya utamanya adalah daftar klasifikasi ahli tata bahasa dan ahli filologi yang bermunculan sepanjang hidupnya.[33]
Sedangkan Ibn Hazm merupakan pujangga besar dan yang mempunyai pemikiran murni. Menurut Ibn Khalikhan dan al-Qifthi bahwa Ibn Hazm memiliki karya tak kurang dari 4 ratus jilid buku yang berisi tentang sejarah, teologi, hadis, logika dan puisi. Salah satu bukunya adalah “ Thauq al-Hamamah”(kalung merpati) sebuah antologi syair-syair cinta yang memuja konsep cinta Platonis.[34]
Selain itu, pada saat Islam berkuasa bahasa Arab menjadi bahasa adminitrasi pemerintahan. Keadaan yang demikian itu dapat di terima oleh golongan muslim maupun non Muslim, bahkan penduduk asli Spanyol menduakan bahas alsi mereka.

D. Kontribusi Muslim Spanyol Terhadap Gerakan Renaisans Di Eropa
Sebagaimana di depan telah di singgung bahwa Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa dalam menyerap peradaban Islam. Baik dalam hubungan politik, social, maupun perekonomian dan peradaban antar Negara. Muslim spanyol juga telah menorehkan tinta emas dalam sejarah bangsa Eropa. Mereka merupakan mata rantai paling penting yang menghubungkan antara khasanah filsafat Yunani klasik dengan bangsa-bangsa Eropa.[35]
Dalam proses peralihan khasanah ilmu pengetahuan dari Islam ke Barat, kota Toledo merupakan saluran utama, Sebab kota Toledo merupakan satu-satunya kota penting dalam pembelajaran Umat Islam setelah penguasaan Kristen atas Spanyol pada tahun 1085M. Dalam pandangan Mehdi Nakosteen proses tranmisi tersebut terbangun melalui 2 saluran utama, yaitu Pertama melalui para mahasiswa dan cendikiawan dari Eropa Barat yang belajar di sekolah-sekolah tinggi dan universitas-universitas Spanyol. Kedua melalui terjemahan karya Muslim dari sumber-sumber berbahasa Arab.[36]
Fakta real yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa tingginya peradaban intelektual Muslim Spanyol telah menginspirasi gerakan-gerakan pencerahan di Eropa. Salah satu ilmuan penting tersebut adalah Ibn Rusdy. Melalui pemikirannya bangsa Eropa mampu menemukan pemikiran Aristoteles yang menganjurkan kebebasan berfikir dan melepaskan belenggu taklid dari golongan gerejawan.
Tingginya animo masyarakat Eropa terhadap pemikiran Ibn Rusdy, pada akhirnya melahirkan gerakan Averroisme yang berujung pada lahirnya reformasi pada abad ke-16 M dan Rasionalisme pada abad ke-17M. Karya-karya Ibn Rusdy banyak yang diterjemahkan, setidaknya pada tahun 1553 dan 1557M buku Ibn Rusdy di terbitkan dalam edisi lengkapnya. Selain itu juga, pada abad ke-16 buku-buku tersebut juga diterbitkan di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Strasbourg.[37]
Tingginya gerakan penerjemahan karya-karya ilmuan Muslim oleh bangsa Eropa, di awali oleh inisiatif uskup besar Raymond I (1126-1152). Atas inisiatif uskup tersebut dibangunlah sekolah khusus untuk menerjemahkan di kota Toledo. Dari sekolah ini lahir penerjemah-penerjemah dalam jumlah besar antara kurun 1135 sampai 1284M.
Salah satu karya dari lembaga ini adalah diterjemahkannya “Buku al-Jabar“ karya al-Khawarizmi pada tahun 1145 oleh Robert Chester dan terjemahan al-Qur’an dalam bahasa latin pada tahun 1143 bersama Dalmatin. Di kota Toledo pula didirikan sekolah Orientalisme yang pertama pada tahun 1250 atas permintaan para pendeta dengan misi untuk mencetak para misionaris yang bertujuan untuk mengkristenkan umat Islam dan Yahudi.[38]
Universitas pertama yang didirikan di Eropa adalah universitas paris yang didirikan pada tahun 1231M 30 tahun setelah wafatnya Ibn Rusdy. Di akhir zaman pertengahan Eropa barau berdiri 18 buah Universitasa. Di universitas-universitas tersebut, ilmu yang diperoleh dari islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti dan filsafat. Adapun pemikiran filsafat yang paling di gemari di Eropa adalah pemikiran al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusdy.
Sekitar akhir abad ke-13M seluruh ilmu pengetahuan dari Islam bisa dikatakan telah selesai ditaransmisikan ke Barat. Berangkat dari sini pula gerakan-gerakan penting lahir di Eropa, seperti Gerakan Renaisance sekitar abad ke-14M yang di awali di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16M dan rasionalisme pada abad ke-17M serta zaman pencerahan (Aufklaerung) pada abad ke-18M.[39]


DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun, Islam Daitinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI Press,1985

Yatim,Badri, Sejarah Peradaban Islam,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004

Hasan, Ibrahim Hasan, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,2001

Adlan, Jabbar abd. (et.al), Teks Book Dirasat Islamiyah, Surabaya: CV. Anika Bahagia,1995
Alavi, Zianuddin, Pemikiran Pendidikan Islam Pada Abad Klasik Dan Pertengahan,Bandung: Angkasa,2003

Nakosteen, Mehdi, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat: Diskrepsi Analisis Abad Keemasan Islam, Surabaya: Raiasalah Gusti,1995

Abdullah, Taufik, (et.al),Ensiklopedi Tematis Daunia Islam: Faktaneka Dan Indeks, Jakarta: Ichtiar Baru Vanheov, 2002

Lapidus, Ira M., A History Of Islamic Societies, Teraj. GufronA. Mas’adi, Cet. 1, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999

Su’ud, Abu, Islamologi:Sejara, Ajaran, Dan Peranannya dalam Peradaban Umat manusia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003

K. Hitti, Philip, History of The Arabs: From The Earliest times To The Present, Terj. Cecep Lukman Yasiin, Jakarta: PT.Serambi Ilmu Semesta,2006













[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004 ), h.88
[2] Abu Suatu’ud, Islamologi:Sejarah,Ajaran Dan Peranannya Dalam Peradaban Umat Manusia (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003 ), h. 83
[3] Philip K. Hitti, History Of The Arabs:From The Earliest Times To The Present, Terj. C. Lukman Yasiin (Jakarta: Pt. Serambi Ilmu Semesta, 2006), h. 675
[4] Dalam catatan K.Hitti pada masa pemerintahan al-Hakam II (961-976), di Spanyol telah di bangun sekitar 130.000 rumah, 21 kota pinggiran, 73 perpustakaan, took buku, masjid dan Istana serta bermil-mil jalan yang rata yang telah disinari lampu-lampu dari rumah di pinggirnya. Keadaan ini sangat kontras dengan yang terjadi di London dan Paris. Di London setelah 7 abad pemerintahan Umayyah Spanyol baru memiliki satu lampu umum. Sedangkan di Paris beberapa abad setelahnya jalanan ketika hujan menjadi rusak dan orang yang berjalan akan terjebak dalam kubangan Lumpur setinggi pergelangan kaki. Lihat Philip K. Hitti, History Of………., h.669
[5] Yatim, Sejarah…………., h. 108
[6] Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origns Of Western Education, Terj. Joko S. Kahhar (Surabaya: Risalah Gusti,1995), h.271
[7] K. Hitti, History Of…………..,h. 716
[8] Suatu’ud, Islamologi………..,h. 84
[9] Nakosteen, Kontribusi Islam…………..,h. 76. Lihat juga K. Hitti, History of……….., h.716
[10] Zainuddin Alavi, Pemikiran Penddikan Islam Pada Abad Klasik Dan Pertengahan (Bandung: Angkasa, 2003), h. 7 lihat juga K. Hitti, History Of……….,h. 716
[11] Dalam catatan Alavi, di pintu gerbang tersebut tertulis kalimat yang berbunyi “Dunia ini di topang oleh 4 hal, pertama, pengajaran tentang kebikjakan, kedua keadilan penguasa, ketiga ibadah dari orang shalih, keempat keberanian yang pantang menyerah. Lihat Zainuddin Alavi, Pemikiran Pendidikan……….,h. 7
[12] K. Hitti, History Of………, h. 717
[13] Alavi, Pemikiran Pendidikan………, h. 7
[14] K. Hitti, History Of……,h. 717
[15] Nakosteen, Kontribusi Islam………, h. 93
[16] Nakosteen, Kontribusi Islam………, h. 96
[17] Luthfi Abd. Al-Badi’, al-Islam Fi Isbaniyah,( Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Misniriyah, 1969), h. 38 dalam Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,h.100
[18] Al-Shaqalibah adalah penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan di jual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran.
[19] Golongan Kristen yang menentang kehadiran Islam di Spanyol, pada awal pendudukan Islam golongan ini dipukul sampai kawasan utara pegunungan Pyrenees. Pada saaat Musa Bin Nushair memimpin peperangan, Wilayah Pyrenees ini tidak terlampaui. Baru ketika as-Samh bin Malik al-Khaulani (100-103 H) wilayah pegunungan Pyrenees dimasuki Islam. Namun demikian, pendudukan tersebut masih menyisakan kekuatan-kekuatan Kristen. Konsolidasi politik pun terbangun pada golongan Kristen ini yang pada akhirnya melahirkan gerakan Reconquista. Gerakan ini mulai melembaga sekitar paro kedua abad 12. dengan melembaganya gerakan ini, posisi Islam makin terjepit sehingga wilayah-wilayah Islam dikuasai kembali oleh Kristen. Cordova jatuh pada tahun 1238 , Seville pada tahun 1248, dan Granada pada tahun 1491 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan pada dua pilihan, antara masuk Kristen atau keluar dari Spanyol. Baca Hasan Ibrahim Hasan, Taraikh a-Islam as-siyasi wa ats tsaqafi wa al-ijtima, Terjh ( Jakarta: Kalam Mulia, 2001),h.83. Ira M. Lapidus, A HistoryOf Islamic Societies, Terj. Gufron A Mas’adi, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), h. 590. H. Abd. Jabbar, (et.al), Teks Book Dirasat Islamiyah, (Surabaya: CV. Anika Bahagia, 1995),h.103. haraun Nasution, Islam Ditinjau Dari berbagai Aspeknya, Jilid 1,( Jakarta: UI Press, 1985), h. 82
[20] Nama lengkapnya Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya Ibn Bajjah. Di dunia barat dikenal dengan nama Avenpace atau Avempace. Selain ahli filsafat ia juga alhli kedokteran dan musik. Sumbangannya terhadap pengetahuan adalah menjembatani penjelasan Islamiah yang bersifat sistemik tentang ajaran Aristotelian. Lihat Taufik Abdullah,( et.al), Ensiklopedi Tematis Dinia Islam: Faktaneka dan Indeks,(Jakarta: Ichtiar Baru Vanhoeve,2002),h.21
[21] Nama lengkapnya Abu Bakr Muhammad Ibn Abd Malik Ibn Thufayl. Di samping ahli filsafat ia juga ahli kedokteran dan matematika. Sumbangannya terhadap pengetahuan adalah Pertama Mengungkapkan kekuatan akal manusia dan manfaat filsafat. Kedua mengemukakan gagasan astronomi yang memberi pengaruh bagi al-Biruni untuk menyanggah dan membuktikan kekeliruan teori Ptolomeus mengenai lingkaran episkel dan eksentrisitas. Ibida., h. 21
[22] Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusdy. Di dunia Barat terkenal dengan nama Averoes. Selain ahli filsafat ia juga ahli kedokteran,biologi, fisika, dan astronomi. Sumbangan terhadap pengetahuan adalah sebagai perintis kedokteran umum dan ilmu jaringan tubuh (Histologi). Ibid., h. 21
[23] Pada abad pertengahan, seseorang bisa dikatakan sebagai seorang komentator manakala dalam penulisan karyanya menggunakan beberapa karya penulis sebelumnya sebagai latarbelakang atau kerangka penulisan karyanya. Dalam keyataannya komentar-komentar Ibn Rusdy merupakan rangkaiang risalah yang sebagiannya menggunakan judul-judul karya Aristoteles dan memparafrasekan isi karya-karya itu. Lihat K.Hitti, History Of……, h. 743
[24] Bagi al-Ghazali pengalaman secara langsung merupakan basis bagi pengetahuan tentang wujud ketuhanan dan bahwasanya al-Qur’an merupakan ekspresi langsung dari wujud Tuhan. Sedangkan bagi Ibn Rusdy bahwa akal (reason) merupakan basis bagi pengetahuan manusia terhadap wujud Ketuhanan dan al-Qur’an merupakan sebuah ungkapan alegoris yang memerlukan penafsiran rasional. Lihat Ira M. Lapidus, A History Of……,h. 593
[25] Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Ali Muhyi al-Din Ibn Arabi. Lahir di Murcia pada tahun 1165 M dan meninggal di Damaskus pada tahun 1240M. kehidupannya lebih banyak di habiskan di Seville antara tahun 1201-1202M. Lihat K. Hitti, History Of……,h. 746-747
[26] Mazhab Iluminasi adalah mazhab yang dalam teori mistiknya, Tuhan dan dunia jiwa seharusnya ditafsirkan sebagai Cahaya dan proses pemahaman kita merupakan pencerahan dari atas melalui perantara jiwa-jiwa yang memenuhi ruang. Ibid., h.747
[27] Selain Ibn Rusdy, tokoh yang menggeluti bidang kedokteran ini di Spanyol adalah Ibn al-Baythar ahli Botani dan farmasi. Karya monumentalnya adalah al-Muqhni Fi al-Adawiyah al-mufrodah (tentang pengobatan), dan al-Jami’Fi al-Adawiyah al-Mufradah (catatan sederhana tentang obat-obatan dari binatang dan tumbu-tumbuhan serta bahan mineral). Ibn Abbas al-Zahrawi (w.1013M) ahli bedah dan dokter istana pada pemerintahan al-Hakam II. Karya monumentalnya adalah al-Tashrif li Man ‘Ajaz an al-Ta’alif (Ringkasan tentang pengetahuan Bedah). Baca K. Hitti, History Of……,h. 733-734
[28] Ibid., h. 726-727
[29] Ibid., h. 722-723
[30] Taufik Abdullah, Ensiklopedi…………,h. 21
[31] Ibid., h. 724-725
[32] Yatim, Sejarah Peradaban………, h. 103
[33] K. Hitti, Haistory Of……, h. 709
[34] Menurut Ibn hazm bahwa daya tarik antara dua orang terbentuk berdasarkan afinitas yang bersifat kekal, yakni pertalian jiwa yang tidak berbatasan waktu. Lapidus, A HistoryOf……, h. 592
[35] K. Hitti, Haistory Of……, h. 708
[36] Mehdi Nakosteen, History of Islamic ……., h.271

[37] Yatim, Sejarah peradaban…………, h.109
[38] K. Hitti, Haistory Of……, h.750
[39] Yatim, Sejarah peradaban…………, h.110

EKSPRESI HUMANISME, INDIVIDUALISME

EKSPRESI HUMANISME, INDIVIDUALISME
DAN KOSMOPOLITANISME
(DARI PARADIGMA ISLAMIC CULTURE KE ISLAMIC SOCIETIES)
Oleh : Muhammad Hambali, S.HI


A. Pendahuluan
Islam sebagai agama universal, eksistesinya membawa visi Rahmatan Lil Alamiin. Diturunkannya Islam di Jazirah Arab pada dasarnya tidak terlepas dari kondisi umat pada waktu itu yang jauh dari peradaban yang berdiri di atas sistem kelas, eksploitasi kaum minor, non egalitarian, serta jauh dari nilai-nilai kemanusiaan (humanisme).
Adalah menjadi pemahaman umum bahwa Arab pra Islam kontruksi masyarakatnya berdiri atas nilai kesukuan yang rigit, sistem patriarkhi dan eksploitasi terhadap sesama manusia. Datangnya Islam di tempat tersebut melalui tangan Muhammad, seakan memberikan angin segar terhadap tercapainya perubahan sistem masyarakat yang berdiri atas egaliterianisme, keadilan dan prinsip humanisme. Eskpresi akan nilai-nilai tersebut pada akhirnya melahirkan peradaban Islam.
Pada awal mulanya, Peradaban Islam yang berkembang di Arab berdiri di atas tatanan masyarakat kecil yang di bangun berdasarkan ikatan keluarga, keturunan, kekerabatan dan ikatan etnis, masyarakat pertanian dan perkotaan, perekonomian pasar, kepercayaan monotheistik dan imperium birokratis.[1]
Perkembangan peradaban masyarakat Islam tersebut, pada dasarnya menampilkan dua aspek yang fundamental. Aspek pertama, merupakan oraganisasi masyarakat manusia yang menjadi kelompok-kelompok kecil, dan tak jarang kelompok yang bercorakkan kekeluargaan. Sedangkan aspek yang kedua adalah sebuah evolusi yang memiliki kecenderungan pembentukan kesatuan kultur, agama dan wilayah kekuasaan dalam sekala yang lebih besar.[2]
Transformasi sosial dari masyarakat Arab pra Islam sampai terbentuknya keunggulan peradaban dan dilanjutkan dengan masa stagnasi terhadap pemikiran secara sistematis dapat kita klasifikasikan dalam 3 fase. Fase pertama merupakan fase penciptaan komunitas baru yang bercorakan Islam di Arab sebagai hasil dari tranformasi masyaraakat pinggiran dengan sebuah masyarakat kekerabatan. Fase kedua merupakan penaklukan bangsa Arab (komnunitas muslim) yang baru terbentuk yang pada akhirnya mendorong terciptanya imperium dan kebudayaan Islam. Fase ketiga merupakan fase post-imperium atau periode kesultanan yang mana pola dasar kultural dan khalifah berubah menjadi pola-pola negara dan institusi Islam. Pada fase ketiga ini, Islam berubah menjadi agama dan basis organisasi komunal dari masyarakat Timur Tengah.
Pada fase ketiga ini pula peradaban Islam mengalami stagnasi dan tertinggal jauh dengan Barat yang pada awal mulanya berangkat dari peradaban timur (Islam) melalui saluran utamanya Spanyol. Semuanya itu pada dasarnya berangkat dari pergeseran yang terjadi dari paradigma Islamic Culture menjadi Islamic Societies.[3] Berangkat dari hal ini, tulisan singkat ini mencoba menguraikan manifestasi atas nilai humanisme, individualisme dan kosmopolitanisme dalam bingkai paradigma Islamic Culture dan Islamic Societies .

B. Ekspresi Nilai Humanisme, Individualisme dan Kosmopolitanisme dalam Msyarakat Islam Klasik.

Humanisme sebagai cerminan atas nilai-nilai yang menjujung kemanusian dan menolak terhadap penindasan serta tercapainya peningkatan kualitas potensi diri, merupakan bagian integral yang tidak bisa di bantah oleh siapa pun dalam ajaran Islam. Arab pra Islam yang terwakili oleh potret sistem patriarkhi dan eksploitasi terhadap sesama pada akhirnya tereduksi dengan ajaran yang di bawa Muhammad.
Oleh karena itu, adalah wajar manakala gerakan resistensi muncul terhadap ajaran Muhammad tersebut. Sebab ajaran baru itu, secara implisit menentang terhadap kelanggengan institusi yang sedang belangsung pada saat itu, baik dalam hal perekonomian maupun eksistensi elit politik yang termanifestasikan dalam sistem kesukuan yang mapan.[4]
Di masa klasik ini, yang bagi penulis di awali dari keberadaan Rasul Muhammad, pada dasarnya dapat kita telaah secara mendalam bagaimana nilai humanisme ini terekspresikan. Adalah ketika Rasul Hijrah ke kota Madinah yang pada akhirnya lahir sebuah tatanan masyarakat yang berperadaban dan berdiri atas nilai-nilai humanisme.
Kita mengetahuai bahwa dalam membangun masyarakat Madinah, Rasul melakukan langkah taktis yang bagi penulis secara politis begitu luar biasa. Langkah-langkah tersebut antara lain, pertama, membangun tempat konsentrasi masa yang sekaligus menjadi tempat peribadatan umat Muslim yaitu masjid. Kedua membangun persaudaraan antara kaum Anshor dan Muhajirin, ketiga meletakkan fondasi masyarakat yang berkaitan dengan ekonomi, politik, dan hukum.
Kesemuanya tersebut bila kita menelaahnya lebih lanjut merupakan ekpsresi dari nilai Humanisme. Persaudaraan antar sesama Muslim merupakan bentuk kongkrit dari upaya merealisasikan nilai humanisme tersebut, sebab dengan terbangunnya persaudaraan, maka antara satu individu dan individu yang lain bisa saling menyokong terciptanya perdamaian dan prinsip saling menghargai.
Selain itu, pondasi masyarakat yang diletakkan Rasul pada dasarnya merupakan pengejawantahan terhadap kesadaran akan individu dalam sebuah kominitas masyarakat. Oleh karena itu, dengan intepretasi awal terhadap sumber hukum Islam yakni al-Qur’an, merupakan bentuk pertama bagaimana individu terposisikan dalam satu komunitas masyarakat. Dari bentuk masyarakat awal ini pula bagi penulis kosmopolitanisme sebagai ekspresi nilai-nilai elitis dari masyarakat terlahirkan.
Pada fase berikutnya sebagaimana di atas penulis kemukakan bahwa tranformasi masayarakat pra Arab sampai terbentuknya peradaban yang tinggi terbagi menjadi 3 fase, ekspresi nilai humanisme, individualisme dan kosmopolitanisme termanifestasikan melalui imperium khilafah (kekerajaan) yang pada satu sisi semakin mengukuhkan corak kosmopolitanisme masyarakat Islam.
Pada masa Khulafaur Rasidun, ekspresi ini terfokuskan pada bagaimana menyebarkan agama Islam ke seluruh semenanjung Arab dan sekitarnya. Dalam catatan H.A.R Gibb salah satu faktor fundamental yang melatar belakangi penyebaran agama Islam sampai keluar semenanjung Arab adalah disebabkan oleh pandangan, bahwa Islam adalah agama yang bukan hanya mengajarkan pada bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan melainkan juga mengajarkan hubungan manusia dengan sesamanya yang termanifestasikan dalam pembentukan sistem pemerintahan dan hukum yang menjunjung terhadap pripsip egalitarianisme dan keadilan.[5] Selain itu, terdapat keyakianan dalam hati kalangan umat Islam awal, bahwa Islam yang membawa doktrin Rahmatan Lil Alamin harus disebarkan keseluruh penjuru dunia.
Oleh karena itu, pada fase ini ekspresi individualisme terungkap dalam relasi politik dalam mengembangkan ajaran Muhammad. Di samping itu, kosmopolitanisme dengan adanya fokus terhadap pengembangan ajaran Islam merubah kultur masyarakat yang nomad menjadi komunitas yang mendiami suatu tempat yang pada akhirnya melahirkan kota baru dengan kemajuan perdagangan dan perkembangan pertanian.[6]
Pada masa berikutnya, yakni pemerintahan dinasti Umayyah dan Abasiyyah. Ekspresi humanisme, individualisme dan kosmopolitanisme makin terkukuhkan. Sebab pada kedua dinasti ini Islam mencapai puncak kejayaan peradaban. Pada masa Umayyah ekspresi ini termanifestasikan melalui identitas kebudayaan Muslim yang menekankan pada aspek Syair, filsafat, sains, seni dan arsitektur yang merupakan alat legitimasi kultural yang mencoba di bangun oleh para elit penguasa dalam melanggengkan rezimnya. Tidak jauh berbeda dengan Umayyah, pada masa Abasiyyah juga mengambil pola serupa. Demikianlah bagaimana nilai humanitas, individualisme dan kosmopolitanisme terekspresikan dalam sejarah awal umat Islam klasik yang di awali dari zaman Rasulullah sampai zaman khilafah yang melahirkan bentuk peradaban yang tinggi.
B. Relasi Elit Agama Dengan Elit Penguasa : Aktualisasi Patronase Umat Islam
Berkembangnya ilmu pengetahuan yang melahirkan peradaban tinggi baik dalam fisafat, seni, sains, sastra dan arsitektur, pada dasarnya tidak terlepas dari bagaimana relasi antara elit agama dengan elit penguasa. Sebagaimana di atas telah di singgung bahwa perkembangan tersebut pada dasarnya merupakan alat yang dipakai elit penguasa dalam melanggengkan rezimnya.
Satu fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri, bahwa pada masa Abasiyyah relasi patronase ini berkembang dengan suburnya yang pada satu sisi mengakibatkan pergolakan politik dan pada sisi yang lain menampakkan biasnya pada ranah teologi. Adalah al-Makmun yang memiliki kecederungan terhadap rasionalisasi membawanya pada kebijakan memakai Mu’tazilah menjadi mazhab negara.
Hal yang demikian itu, bagi penulis merupakan potret betapa mesranya relasi antara elit penguasa dan agama. Dari kaca mata politik, keperpihakan al-Makmun terhadap Mu’tazilah sampai menjadi mazhab negara tentu tidak terlepas dari realitas empiris waktu itu. Dengan kata lain, terkukuhkannya Mu’tazilah menjadi mazhab negara adalah salah satu langkah real dalam membangun konsolidasi politik.
Lebih lanjut, menjamurnya karya-karya Yunani kuno yang termanifestasikan dalam karya terjemahan juga tidak telepas dari relasi elit agama dengan penguasa. Perhatian dari khalifah al-Makmun dan Harun al-Rasyid terhadap ilmu pengetahuan pada akhirnya mehirkan tokoh-tokoh terkenal seperti Ibn sina. Tidak jauh berbeda dengan pemerintahan Abasiyyah di Bagdad, kemajuan ilmu ilmu pengetahuan di Barat yang dalam hal ini terwakili oleh dinasti Umayyah di Spanyol, juga berkembang melalui relasi serupa.
Lahirnya al-Majriti, al-Zarqali dan Ibn Aflah sebagai ilmuwan dalam bidang astronomi, juga tidak terlepas dari relasi patronase dengan elit penguasa saat itu, yakni penguasa Kordova, Seville, dan Toledo.[7] Hal serupa juga bisa kita telusuri bahwa berdirinya universitas-universitas megah baik di Timur dan Barat pada dasarnya juga berangkat dari relasi patronase antara elit penguasa dengan agama.
Dari perjalanan sejarah yang demikian ini, adalah wajar dan lumrah manakala agama dalam prespektif politik adalah sarana legitimasi menuju dan melanggengkan kekuasaan yang efektif. Perselingkuhan antara elit agama dengan elit penguasa tidak bisa kita pungkiri pada satu sisi memang memberikan implikasi positif terhadap tumbuh kembangnya ilmu pengetahuan, namun di sisi yang lain relasi yang demikian ini melahirkan ketidak independenan dan kemandirian elit agama dalam menngembangkan proyek ilmu pengetahuan. Dengan kata lain berkembang atau tidaknya ilmu ilmu pengetahuan sangat bergantung pada relasi ini.

C. Reduksi Politik Praktis terhadap Elan Vital Peradaban Islam
Elan Vital dalam peradaban Islam yang penulis maksudkan di sini merupakan 3 nilai dasar dalam membangun peradaban, yakni humanisme, individualisme, dan kosmopolitanisme. Ketiga nilai tesebut termanifestasikan dalam sejarah awal umat Islam, baik pada masa pertama pembentukan komunitas Islam ataupun pada fase yang kedua yaitu menifestasi ajaran dalam bentuk imperium khilafah yang melahirkan peradaban tinggi.
Adapun pada pembahasan berikut ini merupakan fase ketiga dimana di pembahasan awal dikatakan sebagai fase post-imperium yang mengambil bentuk negara dan institusi Islam. Pada fase ini pula penulis berpendapat bahwa kemajuan peradaban yang telah dicapai pada dua fase sebelumnya mengalami metamorfosa yang pada akhirnya melahirkan kemandegan dan ketidaksignifikannya perkembangan peradaban umat Islam.
Bila ditelaah lebih lanjut, bahwa majunya peradaban Islam pada dua fase tersebut, maka akan nampak bahwa ruh yang dikembangkan pada masa awal yang terbingkai dalan dua fase transformasi masyarakat adalah membangun Islamic culture. Dalam hal ini, paradigma yang berkembang tentu akan merujuk pada satu visi yakni terciptanya kualitas peradaban sebagai buah atas transformasi dari masyarakat nomad menuju masyarakat yang mengkonstruk sistem yang baru.[8]
Sedangkan pada fase ketiga ini, paradigama yang dikembangkan adalah Islamic Societies. Yaitu paradigma yang penulis menerjemahkan sebagai paradigma yang didasari atas kepuasan terhadap pencapaian kemajuan peradaban yang terbangun pada dua fase sebelumnya. Dengan kata lain, sikap puas dari generasi abad pertengahan ini mencoba memfokuskan nilai humanisme kedalam proyek pembangunan negara dan institusi Islam.
Paradigma yang demikian itu pada akhirnya membawa umat Islam pada pergulatan politik internal yang mengedepankan pembentukan institusi dari pada mencoba membangun dan mengkontekstualkan paradigma yang terbangun pada dua fase sebelumnya. Implikasi dari hal ini adalah redupnya semangat humanisme yang berujung pada kristalisasi pemahaman masa lampau. Sehingga adalah wajar, disaat generasi umat Islam abad pertengahan terlena dengan pencapaian peradaban pada dua fase awal, kalangan barat melalui transformasi peradaban dari Islam dengan saluran utamanya Spanyol mengalami transformasi dari zaman kegelapan menuju Renaisan.[9]
Tingginya semangat humanisme di Barat pada akhirnya membalikan fakta sejarah yang pada awal mulanya Islam mengalami masa kejayaan menjadi stag dan terpuruk, tertandingi dan terungguli oleh Barat. Semuanya itu, pada dasarnya berangkat dari akar paradigma yang dikembangkan pada fase ketiga ini yakni pembentukan Islamic Societies yang berimplikasi terhadap redupnya semangat humanisme.
Adapun indikator dari pola pembentukan Islamic Societies ini diantaranya adalah, pertama kuatnya kecenderungan terhadap pengukuhan hasil peradaban terdahulu (pemikiran) yang melahirkan gerakan radikalisme dalam merespon realitas-empiris, kedua semakin menguatnya gerakan konservatif di kalangan umat, ketiga jauhnya peranan akal dalam mengembangkan potensi diri, dan kelima pembentukan pola keseragaman bukan keberagaman. Dari lima indikator tersebut setidaknya kita bisa mengevaluasi mengapa Islam mengelami keterpurukan yang setidaknya kita awali dari fakta di sekeliling kita.
DAFTAR PUSTAKA

Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, Terj. A. Mas’adi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1999

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, Jakarta :UI Press, 1985

Philip K. Hitti, History Of the Arabic, Terj.Dedi Slamet riyadi, Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002

Badri Yatim, Sejarah Peradapan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999













[1] Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, Terj. A. Mas’adi (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1999 ), h. 3
[2] Ibid., h. 3
[3] Islamic Culture merupakan fase pertama dan kedua yang di bangun pada masa Islam klasik yang menghasilkan kejayaan peradaban sebagai hasil atas transformasi dari masyarakat nomad menjadi masyarakat yang mengkonstruk sistem baru. Sedangkan Islamic Societies merupakan ekspresi generasi umat Islam abad Pertengahan terhadap puncak kejayaan pencapaian peradaban pada dua fase awal (Masa Klasik) yang berorientasi pada pembentukan negara dan institusi Islam.
[4] Lapidus, A History of…………, h. 35
[5] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1 ( Jakarta :UI Press, 1985), h. 58
[6] Lapidus, A History Of………, h. 352
[7] Philip K. Hitti, History Of the Arabic, Terj.Dedi Slamet riyadi, ( Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002 ), h. 726
[8] Tranformasi dari masyarakat Nomad menuju masyarakat yang mengkonstruk sistem baru adalah sebuah fae dimana manusia mencoba menggali potensi yang terdapat dalam individu-individu maupun pada lingkungan alam. Hasil dalam menggali potensi ini pada akhirnya melhirkan khasanah ilmu pengetahuan yang tinggi. Dengan kata lain fase transformasi ini merupakan upaya yang dilakukan umat Islam awal dari no think menjadi think, dari perintisan menuju kejayaan.
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradapan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999 ), h. 109